-->
  • Jelajahi

    Copyright © NEWS POST | BERITA HARI INI TERKINI
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Integritas Pilkada dan Tanggung Jawab Akademisi Mappasessu dalam Tugas Sosialisasi Hukum Pilkada yang Tak Terelakkan

    NewsPost
    Senin, 02 September 2024, 19:49 WIB Last Updated 2024-09-02T12:49:35Z

     


      Soppeng,Sulsel 

     Newspost,my.id -- Pemilihan kepala daerah (Pilkada) merupakan salah satu pilar penting dalam sistem demokrasi di Indonesia. Namun, pelaksanaan Pilkada sering kali diwarnai oleh berbagai masalah, terutama yang berkaitan dengan praktik-praktik tidak etis dan melanggar hukum. Salah satu tantangan utama adalah adanya politik uang yang masih menjadi momok dalam proses demokrasi ini. Untuk menangani masalah ini, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota telah diundangkan sebagai salah satu upaya untuk menjamin terlaksananya Pilkada yang jujur, adil, dan bebas dari praktik korupsi politik.


    Dalam konteks ini, peran akademisi, peneliti, dan praktisi hukum seperti Mappasessu, SH, MH menjadi sangat krusial. Sebagai seorang akademisi dan peneliti di bidang hukum, Mappasessu memiliki tanggung jawab moral untuk tidak hanya memahami dan mengkaji undang-undang tersebut secara mendalam, tetapi juga menyosialisasikannya kepada masyarakat luas. Ini merupakan bagian dari tanggung jawab akademis dan profesional yang harus diemban, terutama dalam menjaga marwah hukum dan demokrasi di Indonesia.


    Mappasessu dan Tanggung Jawab Moral Akademisi dalam Sosialisasi Hukum


    Sebagai seorang akademisi yang juga berperan sebagai peneliti dan penulis buku di bidang ilmu hukum, Mappasessu memiliki pengetahuan dan wawasan yang mendalam tentang peraturan 

    perundang-undangan, termasuk Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Namun, pemahaman ini tidak seharusnya berhenti pada tataran teoritis semata. Lebih dari itu, pemahaman ini harus diterjemahkan ke dalam tindakan konkret berupa sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.


    Pasal 73 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, misalnya, secara tegas melarang calon dan/atau tim kampanye untuk menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya demi mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih. 

    Berbunyi: Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih.


    Ayat ini menyoroti betapa pentingnya integritas dalam proses pemilihan. Tidak hanya calon kepala daerah, tetapi seluruh elemen yang terlibat dalam kampanye, mulai dari anggota partai politik, tim kampanye, hingga relawan, juga dilarang melakukan perbuatan melawan hukum yang dapat mencederai kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.

    Sebagai akademisi yang juga praktisi, Mappasessu memahami bahwa sosialisasi dan edukasi mengenai pasal-pasal dalam undang-undang ini sangat penting. Pemahaman yang benar tentang ketentuan ini akan membantu mengurangi potensi pelanggaran hukum dalam Pilkada. Namun, sosialisasi ini tidak cukup hanya dilakukan melalui media cetak atau seminar-seminar formal. Sebagai akademisi yang juga menguasai bidang hukum, Mappasessu dapat memanfaatkan berbagai media untuk menjangkau audiens yang lebih luas, termasuk menggunakan media sosial, diskusi publik, hingga kolaborasi dengan institusi-institusi lain yang memiliki misi yang sama.


    Implikasi Hukum dan Sanksi dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016

    Pasal 73 ayat 4 dari undang-undang ini memperjelas bahwa tidak hanya calon atau pasangan calon yang dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya, tetapi juga anggota partai politik, tim kampanye, relawan, atau pihak lain yang terlibat. Ini menunjukkan bahwa undang-undang ini berusaha menutup celah yang mungkin dimanfaatkan oleh aktor-aktor di luar calon resmi untuk melakukan praktik-praktik kotor dalam Pilkada.


    Berbunyi: Selain Calon atau Pasangan Calon, anggota Partai Politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:

     

    a. mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;

    b. menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan

    c. mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.


    Lebih lanjut, Pasal 187A ayat 1 memberikan sanksi pidana yang sangat tegas bagi mereka yang melanggar ketentuan ini. Ancaman hukuman penjara selama 36 hingga 72 bulan serta denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar merupakan sinyal kuat bahwa negara serius dalam menindak praktik politik uang. Sanksi ini tidak hanya berlaku bagi pelaku langsung, tetapi juga bagi mereka yang secara tidak langsung terlibat dalam praktik melawan hukum ini.


    Bagi Mappasessu, yang juga seorang praktisi hukum, pemahaman yang mendalam tentang implikasi hukum ini sangat penting. Sebagai pengacara, ia memiliki kewajiban untuk membela hukum dan keadilan. Namun, dalam konteks Pilkada, peran ini juga berarti mencegah pelanggaran hukum sebelum terjadi. Dengan melakukan sosialisasi yang efektif, Mappasessu dapat membantu mencegah terjadinya pelanggaran hukum yang dapat merusak proses demokrasi di Indonesia.

    Pentingnya Edukasi Hukum untuk Masyarakat

    Salah satu masalah terbesar dalam penegakan hukum di Indonesia adalah rendahnya tingkat pemahaman masyarakat terhadap undang-undang. Banyak masyarakat yang tidak sepenuhnya memahami apa yang diatur dalam undang-undang, termasuk ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Hal ini sering kali dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan praktik-praktik yang melanggar hukum.


    Dalam hal ini, Mappasessu dapat memainkan peran penting sebagai penghubung antara hukum dan masyarakat. Edukasi hukum yang dilakukan secara terus-menerus dan konsisten akan membantu masyarakat memahami hak dan kewajiban mereka dalam proses Pilkada. Ini akan memperkuat kesadaran hukum di masyarakat dan mendorong terciptanya Pilkada yang lebih bersih dan demokratis.


    Mappasessu dapat memanfaatkan berbagai metode untuk melakukan edukasi hukum, mulai dari penyuluhan langsung di komunitas-komunitas lokal hingga penggunaan platform digital untuk menjangkau audiens yang lebih luas. Dengan cara ini, ia tidak hanya berperan sebagai akademisi dan praktisi hukum, tetapi juga sebagai agen perubahan yang berkontribusi pada peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia.


    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota merupakan salah satu instrumen hukum yang penting dalam menjaga integritas dan kualitas demokrasi di Indonesia. Dalam konteks ini, peran akademisi, peneliti, dan praktisi hukum seperti Mappasessu, SH, MH menjadi sangat penting. Dengan melakukan sosialisasi dan edukasi hukum yang efektif, Mappasessu dapat membantu masyarakat memahami undang-undang ini dan mendorong terlaksananya Pilkada yang jujur, adil, dan demokratis.


    Sosialisasi ini bukan hanya sekedar tanggung jawab profesional, tetapi juga merupakan panggilan moral untuk menjaga demokrasi Indonesia dari praktik-praktik yang merusak. Dengan demikian, peran Mappasessu sebagai akademisi, peneliti, dan praktisi hukum tidak hanya berkontribusi pada penegakan hukum, tetapi juga pada peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia.


    Penulis: Mappasessu SH MH

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini