NEWS POST | MAKASSAR — Meski sudah mendapatkan Surat Somasi I dan II, Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Jamaluddin Jompa tetap memperlihatkan sikap membangkang atau tidak mau mematuhi apa yang menjadi tuntutan dan harapan dari keluarga almarhum Virendy Marjefy Wehantouw.
Akibatnya, kuasa hukum keluarga almarhum Virendy Marjefy Wehantouw yakni Yodi Kristianto, SH, MH dari Kantor Advokat dan Konsultan Hukum YK & Partners kembali melayangkan Surat Somasi III yang telah diantar langsung dan diterima oleh Staf LBH Unhas, Muh. Ilham Prawira, Senin (20/02/2023) siang sekira pukul 14.45 Wita.
Kepada media ini, Yodi Kristianto menyampaikan, seperti diketahui sebelumnya, Virendy Marjefy Wehantouw (18) adalah mahasiswa jurusan Arsitektur angkatan 2021 pada Fakultas Teknik Unhas yang tewas saat mengikuti kegiatan Pendidikan Dasar dan Orientasi Medan (Diksar & Ormed) XXVII UKM Mapala 09 SMFT Unhas yang berlangsung 09-16 Januari 2023 di Kabupaten Maros-Gowa.
Surat Somasi kepada Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa ini dilayangkan kuasa hukum keluarga almarhum Virendy Marjefy Wehantouw, karena pihak Rektorat Unhas maupun Dekanat Fakultas Teknik seakan cuci tangan dan melepaskan tanggung jawab terhadap peristiwa yang telah merenggut nyawa seorang mahasiswanya.
Menurut Yodi Kristianto, sejak peristiwa kematian almarhum Virendy Marjefy Wehantouw pada Jumat (13/01/2023) malam sekitar pukul 23.00 Wita sampai detik ini, pihak Rektorat Unhas maupun Dekanat Fakultas Teknik tidak pernah sekalipun datang secara kelembagaan menemui keluarga untuk menunjukkan rasa empati dan itikad baiknya serta membahas berbagai hal yang diinginkan keluarga sebagai bentuk pertanggung jawaban Unhas.
Selama ini, ungkap Yodi Kristianto, pihak Unhas justru memperlihatkan sikap acuh, tak perduli serta terkesan tidak mau bertanggung jawab terhadap peristiwa kematian mahasiswanya, dan parahnya lagi ikut berusaha menutup-nutupi ataupun membungkam kasus tersebut hingga membuat pembohongan publik melalui pemberitaan media yang pernyataan-pernyataannya terkesan hanya pencitraan belaka.
"Bagaimana seandainya pak Rektor Unhas atau para Dekanat Fakultas Teknik yang mengalami peristiwa ini ? Kehilangan putra tercinta yang kematiannya penuh misteri. Berangkat mengikuti Diksar secara baik-baik, namun kepulangannya sudah terbujur kaku di kamar jenazah RS Grestelina dengan tubuh penuh lebam, memar dan luka. Lebih menyedihkan lagi, pihak keluarga mengetahui Virendy sudah meninggal, itu setelah mengecek sendiri ke RS Grestelina melalui keponakan yang bekerja disana," tuturnya.
"Sangat disayangkan pula, panitia Diksar maupun pengurus UKM Mapala 09 FT Unhas yang membawa jenazah ke RS Grestelina terkesan hanya mendrop saja kemudian menghilang dan tak bertanggung jawab. Pihak keluarga yang sudah tertimpa dukacita mendalam, akhirnya harus terbebani pula membayar biaya cukup besar untuk penanganan jenazah almarhum di RS Grestelina, rangkaian kegiatan di rumah duka hingga pemakaman di Pekuburan Kristen Pannara," tambahnya.
"Tindakan tak bertanggung jawab yang ditunjukkan Panitia Diksar maupun Pengurus UKM Mapala 09 FT Unhas ini semakin dilengkapi dengan sikap pihak Rektorat Unhas maupun Dekanat Fakultas Teknik yang juga terkesan hendak cuci tangan dan melepaskan tanggung jawabnya terhadap peristiwa kematian mahasiswanya saat mengikuti kegiatan yang dilepas secara resmi oleh pejabat kampus," tutup Yodi Kristianto sembari berharap Surat Somasi yang dilayangkannya mendapat perhatian dan respons positif dari Rektor Unhas selaku pimpinan tertinggi di kampus merah itu. (*)